Rabu, 21 Oktober 2015

Cerpen Remaja (Misteri)

Hitam Putih (Lima Sisi)
"Apa kelemahanmu?" tanya seorang pria pada gadis yang bersandar dibahunya.
"Melihat orang lain menderita" jawab gadis itu sambil tersenyum.
Mereka kemudian beranjak dan berlalu di iringi dedaunan yang gugur satu demi satu pertanda musim gugur akan segera berakhir. Musim gugur yang dihabiskan si gadis dengan kekasihnya di Seoul membuatnya sedikit bernafas lebih bebas dari sebelumnya, ada banyak beban yang memberatkan punggunya dalam beberapa tahun terakhir. Ketakutan yang teramat sangat melemparkannya dalam jurang yang teramat dalam dan membuatnya kehilangan gairah untuk hidup.
Iriyama Anna Haliq, gadis yang memiliki hidup yang tidak sempurna dan sangat berbeda dari orang lain, gadis itu bahkan sangat takut untuk sekedar menengok lukanya sendiri. Penyakit mental yang di deritanya membuatnya takut untuk melangkah dan melihat masa depan, gadis itu lebih banyak bergulat dengan masa lalunya. Orang-orang mengenalnya sebagai Iriye yang baik, ramah, ceria, pandai bergaul, dan memiliki hipnotis senyum yang akan membuat orang-orang selalu merindukan kehadirannya.
Musim gugur berakhir, dan itu artinya Iriye harus segera kembali ke Indonesia dan meninggalkan kekasihnya yang berkuliah di Seoul. Gadis itu harus segera menyelesaikan tahun terakhirnya di sekolah menengah atas meskipun dengan penyakit yang terus mengganggu kesehariannya. Di Indonesia, gadis itu harus kembali menjalani pengobatannya yang sudah memakan tahun, tak ada yang tau kapan penyakitnya akan sembuh dan apa obat dari penyakitnya.
"Iriye, lo jahat banget sih liburan di Seoul sendirian" tegur sahabatnya yang bernama Acha sambil mencubit lengannya yang seperti pramugari.
"Kalo gue ngajak lo semua, pasti liburan gue boring"
"Idih jahat amat lo.. Oh ya, lusa kita latihan basket yah!" pinta sahabatnya, lalu berlalu sambil menarik tangan Iriye dan tertawa kecil bersama sahabat mereka yang lain.
Saat jam menunjukkan pukul 03.45 pagi, seorang gadis duduk mematung dibalik pintu berlumur cat biru, gadis itu tertunduk dengan sebilah pisau berlumur darah ditangan kirinya, sesaat wajahnya menjadi sangat pucat memandangi dirinya dibalik cermin besar dan tinggi di depannya. Gadis itu kemudian terlelap dengan sesal yang membuatnya berharap agar tak bangun lagi saat fajar merayu awan. Gadis itu Iriye yang malang, gadis yang tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Semua orang memiliki banyak sisi dalam kehidupannya, sisi jahat, baik, buruk, dll, dan jika orang normal bisa mengingat apa yang telah mereka lakukan baik buruk maupun baik, berbeda dengan Iriye, gadis itu tak bisa mengingat semuanya.
Suara alarm yang dipasang ibunya membangunkannya saat jarum pendek si benda bundar penunjuk waktu ada di angka enam. Sebuah pesan masuk di telepon genggamnya membuatnya ketakutan dan menangis sambil mengutuk dirinya. Pesan itu berisi tentang berita kematian sahabatnya Acha yang meninggal bunuh diri di kamarnya sendiri. Dengan cepat Iriye menuju rumah dokternya dan menangsi sejadi-jadinya dalam dekapan dokternya. Dan tanpa memikirkan keadaannya sendiri, gadis itu meminta dokternya untuk mengurungnya di rumah sakit jiwa.
"Kalau kamu di kurung dalam rumah sakit, saya tidak tau apa yang akan terjadi. Dan itu akan sangat membahayakan diri kamu sendiri"
"Lebih baik aku membahayakan diriku sendiri daripada harus membahayakan orang-orang disekitarku"
"Lebih baik kamu bersikap seolah kamu tidak tau apa-apa. Dan saya akan mencari tau mengapa sekarang dia membunuh orang yang dekat dengan kamu, dan ingat hindari stres!"
Gadis itu lalu menghadiri pemakaman sahabatnya dengan rasa bersalah yang teramat sangat, dan saat kembali dari pemakaman, Iriye menjadi sangat ketakutan saat mentari menenggelamkan dirinya, dia takut untuk memejamkan matanya. Tapi, bagaimanapun juga dia hanyalah manusia biasa yang membutuhkan waktu untuk terlelap sesingkat apa pun waktunya. Bahkan sampai dalam mimpinya, gadis itu terus mengingat sahabatnya, dan andai sahabatnya tak meninggal, pastilah saat dia terbangun di minggu pagi sahabatnya itu sudah menyapanya dan memaksanya untuk mandi dan bersiap untuk latihan basket, dan hal itu selalu berulang selama belasan tahun perkenalan mereka.
Saat terbangun di minggu pagi, Iriye merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya, matanya juga bengkak, tubuhnya lemas, dan banyak buku yang berserakan disekitar tempat tidurnya. Ternyata gadis itu hanya tidur selama sejam, semalaman dia menulis novel sebanyak 300 lembar. Iriye menghela nafas panjang sebelum beranjak dari tempat tidurnya. Untuk mengambil sesendok bubur saja, terasa sangat susah baginya.
"Lagi? Apa penulis amatir itu tidak tidur semalaman?" tanya ayahnya sambil meminum segelas susu coklat hangat.
"Iya pah, tapi papah tenang aja, aku bisa ngatasin semuanya kok"
"Apa kamu akan tanggung jawab kalau penulis itu menggunakan uang papah untuk mencetak novel lagi, hah? Dan kapan mereka menghilang?"
"Aku akan tanggung jawab kok pah.. Dan mereka akan menghilang kalau aku lenyap" jawabnya dengan sendu lalu berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dan kedua saudara laki-lakinya.
Seminggu setelahnya gadis itu kembali terduduk dengan sebilah pisau di tangan kirinya yang penuh dengan darah, seragam sekolahnya juga berlumur darah segar. Iriye tertunduk dibawah jembatan tempatnya pernah kecelakaan sekaligus tempat dimana penyakitnya muncul dan mulai mengusik hidupnya. Gadis itu terus mengutuk dirinya sendiri sambil mengiris lengannya dengan pisau lalu berjalan tanpa menghiraukan orang-orang yang memandanginya di jalanan. Sesampainya di rumah, gadis itu disambut dengan tamparan keras dipipi kirinya, orang tuanya pulang lebih cepat dari tempat kerja mereka karena khawatir Iriye belum pulang sampai pukul 9 malam.
Ayahnya mengambil pisau di dapur dan mengiris lengannya seperti yang dilakukan Iriye, beliau benar-benar sosok ayah yang sangat menyayangi anaknya dan tidak bisa melihat anaknya menderita ataupun kesakitan. Sementara Iriye, dia hanya bisa mengutuk dirinya dalam hati.
"Ya ampun Iriye, lo abis main apaan sih? Kok tangan lu diperban?"
"Gue ketumpahan air panas kemarin.. Btw lo liat Gio ngk?"
"Hmmmm.. Lo belom tau yah kalau kemarin mantan tersayang lo itu.. me.. ninggal bunuh diri.. Dan.. pagi ini dia dimakamin"
Seketika raut wajah Iriye berubah, dan seharian penuh gadis itu tidak konsen belajar, pikirannya melayang kemana-mana. Beberapa hari terakhir itu, penyakitnya semakin sering kambuh. Dan hal itu benar-benar mengganggunya dan membuatnya tak bisa berpikir jernih setiap kali ada yang mengajaknya untuk sekedar bertukar pikiran ataupun mengajaknya untuk bercanda.
Disetiap malamnya Iriye selalu takut untuk memejamkan matanya, dia bahkan selalu meminum kopi agar tak terlelap. Namun, stres yang dideritanya membuatnya tak bisa berbuat apa-apa, gadis itu bahkan tak kembali beberapa hari, dia menghabiskan waktunya untuk menulis, bermain gitar, dan bermain boneka. Hal itu berlangsung selama tiga hari, dan sehari terakhir dia hanya menulis dikamarnya dan tak pernah keluar, bahkan sekedar untuk makan dan minum saja tidak.
Teman-temannya yang datang untuk melihat kondisi Iriye tak diperbolehkan untuk melihatnya secara langsung, dan hanya itu yang bisa dilakukan kedua orang tuanya yang terus menyembunyikan penyakit mental Iriye. Orang tuanya sengaja menyembunyikan tentang penyakitnya karena takut akan di usik media, terlebih lagi ayahnya adalah seorang dokter yang terkenal dan ibunya seorang artis senior yang sangat dihormati dibidangnya. Dan disamping semua itu, orang tua Iriye juga takut jika anaknya akan dijauhi karena memiliki penyakit mental.
"Dokter, Iriye tidak kembali selama tiga hari. Apa maksud dari semua ini?"
"dr. Haliq.. sejauh yang saya tau. Itu adalah tanda bahwa kepribadian asli akan segera lenyap digantikan oleh kepribadian yang lain. Dan dari yang saya lihat, sepertinya kepribadian penulislah yang akan mengambil alih hidupnya, karena saat saya mewawancarai si penulis amatir itu, dia memiliki ingatan Iriye saat kecelakaan"
"Apa ada cara untuk mengubah semua kemungkinan itu?"
“Satu-satunya cara adalah Iriye harus bisa menerima semua kepribadian itu, lebih tepatnya mengingat kembali kecelakaan yang pernah dialaminya lalu membuangnya. Dan.. saya yakin anda tau bahwa itu mustahil, tapi.. Iriye punya kemauan utuk sembuh dari penyakit DID”
          Iriye benar-benar memiliki kemauan besar untuk sembuh dari DID, tapi gadis itu benar-benar sulit untuk menengok lukanya. Dan tantangan terbesarnya adalah, untuk mendamaikan lima hati dalam dirinya, hati seorang pembunuh, hati seorang penulis, hati seorang pemain gitar jalanan, dan hati seorang gadis kecil pecinta boneka.
          Hidup memang peuh dengan hal yang terkadang tak bisa di kendalikan, dan itulah hidup Iriye, yang penuh dengan hal yang tak bisa dikendalikannya. Terkadang dia menyalahkan tuhan dan orang-orang disekitarnya, tapi lagi-lagi takdir mengantarkan pesan untuknya bahwa jangan pernah menyalahkan rasa sakit pada orang lain karena itu tak kan menghapus rasa sakitmu.
“Pernakah kau menghadapi sisi lain dalam dirimu?” tanyanya pada cermin didepannya.
“Jika orang lain muncul dalam diriku, maka kuberharap dia orang yang lebih baik dariku” jelasnya lalu memejamkan matanya.
          Suara sirine ambulance menyapu jalan raya, seorang gadis dengan luka sayatan di pergelangan kirinya tak sadarkan diri di dalamnya. Gadis itu Iriye, dia bunuh diri, atau lebih tepatnya dia dibunuh oleh kepribadiannya yang lain. Dan, lima kepribadian dalam satu tubuh, apa itu lima orang atau satu orang?
          Akhirnya semua kepribadian yang pernah dipertanyakan ibunya hilang juga, kepribadian yang telah lama dikeluhkan ayahnya, kepribadian yang membunuh orang-orang yang disayanginya, semuanya lenyap bersama tubuh Iriye. Gadis itu tak cukup kuat untuk sekedar menengok lukanya atau sekedar melangkah ke masa depannya bahkan setelah bergelut dengan rasa sakitnya yang bahkan berkali-kali lipat sakitnya dari sayatan besar di kening atau dileher.
“Apa kau akan datang musim gugur ini? Mengapa aku tak bisa menjadi alasan untukmu tetap hidup?” ucap seorang pria sambil memandangi foto gadisnya.

“Kau pembohong Iriye, kau bilang kelemahanmu adalah melihat orang lain menderita, tapi ternyata… kelemahanmu adalah dirimu sendiri. Dan, sekarang kau membuatku menderita” lanjutnya lalu berlalu sambil tersenyum pada seorang gadis yang ditunggunya di seberang jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar