Rasa
Ini
Sudah dua jam aku menunggu
laki-laki yang sangat spesial dalam hidupku untuk saat itu, tapi dia tak
kunjung datang. Meskipun sudah sangat lama, tapi aku tetap menunggunya yang
kuyakin dia akan segera datang dengan membawa setangkai bunga untukku,
bagaimana tidak, menurutku akulah gadis yang sangat spesial untuknya dan dia
tak punya alibi kuat untuk tak menepati janjinya. Bagiku dia adalah sosok
laki-laki yang cuek tapi perhatian, dan tentu saja tak mudah tergoda dengan
gadis cantik lain diluaran sana, tapi itu hanya sejauh yang kutau saja.
Hubunganku cukup rumit, dia
adalah kakak kelas dengan jadwal yang padat menurutku, dia harus les, latihan
basket, dan latihan PMR, sedang aku adalah adik kelasnya dengan jadwal yang
tidak padat, aku hanya punya jadwal main dan latihan Pramuka. Aku memiliki
banyak waktu untuknya, tapi dia tak memiliki banyak waktu untukku, dan
disamping semua itu hal yang paling membuat rumit hubungan kami adalah karena
anggota PMR dan Pramuka disekolahku tak akur dan tak boleh ada kata pacaran
antar dua organisasi itu.
"Kok kak Rio ngk datang sih
kemarin? Aku nungguin kakak sampai kafe itu tutup tau ngk sih!"
"Iriye, maaf yah, kemarin ada
pertemuan antar pengurus organisasi aku, jadi.. Ngk bisa datang deh, dan hp aku
lowbet"
"Ish.." cetusku lalu berlalu
meninggalkannya diparkiran sekolah.
Yang teman-temanku tau, aku
berpacaran dengan anak Sanggar Seni, sedang yang teman-teman kak Rio tau, dia
berpacaran dengan anak UKS. Yah, UKS dan Sanggar Seni adalah organisasi yang
netral seperti KIR, Paski, dan IPM tidak seperti PMR dengan Pramuka atau Karate
dan Pencak Silat. Dan menurut informasi yang kudapat dari teman-temanku, akan
ada persami dalam waktu dekat itu, dan semua organisasi disekolahku akan
berpartisipasi.
Beberapa hari terakhir, kak Rio
benar-benar berubah tidak seperti beberapa minggu yang lalu atau beberapa bulan
yang lalu atau bahkan setahun yang lalu. Aku seperti tak mengenalinya, dia yang
tak penah membentakku malah membentakku untuk kesalahan kecil yang kulakukan.
Dan bukan hanya itu, ada rumor yang mengatakan bahwa kak Rio berpacaran dengan
juniornya di PMR. Tentulah aku akan menghujani kak Rio dengan pertanyaan-pertanyaan
yang mengganggu pikiranku untuk waktu yang lama. Tapi, sebelum aku
menghujaninya dengan pertanyaan, dia menjawab pertanyaanku dengan kalimatnya
yang benar-benar membuatku tak percaya dengan apa yang kudengar darinya. Sesaat
aku tersadar, wanita benar-benar lebih mudah percaya dan jatuh cinta pada hati
yang belum tentu benar dan cepat berlabuh pada pelabuhan dengan penjaga yang
bodoh dan kumal.
"Kak Rio ngedrama yah? Kakak
mutusin aku cuma karena kakak udah ngk tertarik lagi sama aku? Kakak ngk suka
sama organisasi aku? Kakak takut dipecat sebagai wakil ketua PMR? Dan kakak
jatuh cinta sama junior kakak yang pintar nyanyi dan punya banyak kesamaan sama
kakak? Wow!"
"Maaf Iriye, kamu harus cari yang
lebih baik dari aku" katanya sambil berlau meninggalkanku yang mematung.
Begitu cepat waktu itu berlalu,
tapi aku belum juga menemukan pengganti kak Rio, sedang dia sudah berlalu
lalang dengan menggandeng pacarnya yang tak lain adalah teman satu kelasku
sendiri. Lagi-lagi aku mengerti bahwa wanita itu membutuhkan waktu yang sangat
lama untuk melupakan sesuatu yang diyakininya bahkan tak sedikit pula wanita
yang bahkan tak bisa melupakan seseorang yang benar-benar dipercayainya,
berbeda dengan laki-laki yang memiliki hati yang lebih kecil dari wanita bahkan
ada juga hati laki-laki yang kangker dan sudah menghitam sehingga terkadang
susah untuk memahami apa yang dimaksud dengan perasaan, jadi harus di operasi
dengan merobek kulitnya dan membuatnya terlelap dalam kegelapan untuk waktu
yang cukup lama.
Saat persami disekolah, Pramuka
ikut berpartisipasi dan tentunya aku akan bertatapan dengan kak Rio dalam debat
yang serius, bukan sebagai mantan kekasih, tetapi sebagai dua organisasi yang
selalu bersitegang. Dalam debat yang mengangkat tema tentang aliran dana osis
dan dana untuk setiap organisasi, aku malah lebih banyak diam dan hanya
sesekali menambahkan pendapat, sedang kak Rio begitu aktif dan tak pernah absen
disetiap pernyataan. Tak lama, aku mulai angkat bicara saat semuanya membahas
tentang dana untuk setiap organisasi.
"Begini kak, misalnya pramuka ada
kegiatan pada bulan Januari, dan dananya baru cair pada bulan februari,
bukannya osis bisa meminjamkan dana pada pramuka? Sejauh yang saya lihat dan
saya dengar, osis di sekolah kita ini jarang mengadakan kegiatan.. dimana dana
osis?" jelasku.
"Bukannya organisasi yang
bersangkutan bisa mengumpulkan dana sendiri untuk menghadapi masalah semacam
itu? Karena itu sama saja dengan membebani osis" bantah kak Rio yang
membuatku terdiam dan bantahan itu hanya di hadapi oleh senior, teman-teman,
maupun juniorku yang berani berbicara.
Saat keluar dari ruangan, kak
Rio tak sedikitpun melihatku, senyumku pun tak dibalasnya. Dia benar-benar
bukan Rioku lagi, selama ini aku bodoh mempertahankan hubungan yang pada awalnya
memang sudah tak cocok. Tapi, sejauh yang kutau pasangan yang sangat cocok pada
awalnya tidak akan menemukan keunikan dan kebahagiaan dalam hubungan mereka,
karena akan terasa membosangkan jika tak ada hal yang berbeda.
Kudengar dari pacar kak Rio,
seminggu sebelum ulangan tengah semester genap akan ada pertandingan basket di
kabupaten, dan kak Rio akan berpartisipasi. Tentulah aku akan pergi menonton
pertandingannya, karena tak bisa kupungkiri dalam hatiku yang terdalam bahwa
aku masih sangat menyukainya meskipun dia sudah bersama dengan orang lain.
Tapi, siapa aku? Aku hanyalah
manusia biasa yang tak bisa mengendalikan takdir dan hanya bisa menerima
ketetapannya. Aku kecelakaan tepat di depan tempat pertandingan kak Rio, dan
menurut orang-orang, aku koma selama dua hari, tak banyak yang kuingat
setelahnya, bahkan aku masih mengira kalau kedua orang tuaku masih hidup. Dan
ingatan yang ada dikepalaku hanyalah ingatan seorang gadis kelas tiga sekolah
menengah pertama yang tergila-gila dengan kakak kelasnya di sekolah menengah
atas.
"Ini hanya amnesia sesaat dek,
jadi tak butuh waktu lama ingatan kamu bisa kembali lagi" jelas kakakku
yang baru saja pulang dari Bandung.
Dari sekian orang yang
menjengukku di rumah sakit, tak pernah kulihat kak Rio diantara mereka. Aku
juga takut bertanya pada teman-temanku perihal kak Rio, padahal dulu dia adalah
orang yang setahuku paling khawatir jika aku dalam keadaan sakit, tapi itu dulu
saat kami masih menjalin hubungan. Tapi, aku masih terus menunggunya, menunggu
senyumnya yang membuatku menjadikannya cinta pertamaku.
Dan, aku baru menyadari satu
hal saat aku sakit, seseorang yang selama ini hanya kuanggap sebagai teman
ternyata menaruh hati padaku, dan dialah orang yang paling sering menjengukku
bahkan ikut mengantarku pulang kerumah bersama sahabat dan temanku yang lain.
Tapi, aku masih menyukai kak Rio dan aku tak tau kapan aku bisa menghapusnya
dari hatiku.
"Cieee, Iriye jadian nih yee sama
Alfin" rayu teman-temanku.
"Ihhh apaan sih? Biasa aja
keles" candaku.
Kuyakin hubunganku dengan Alfin
sudah sampai ditelinga kak Rio, dan aku sangat menunggu respon darinya. Aku tak
tau apakah Alfin hanya sekedar pelampiasanku saja ataukah aku benar-benar
menyukainya, dan semua itu adalah bagian dari kelabilanku. Aku mulai memamerkan
hubunganku dengan Alfin di depan umum, meskipun dalam hatiku yang terdalam aku
masih sangat menyukai kak Rio, itu adalah salah satu dari kebohongan yang
kulakukan dan membuatku bersalah pada Alfin. Tapi, meskipun begitu aku terus
saja mencoba untuk menemukan kecocokan dengannya dan mulai mengukir namanya
untuk kubawa dimasa depan, dia adalah buku kedua yang kubaca setelah kak Rio,
dan kuharap endingnya tidak sama dengan kak Rio.
"Iriye, boleh bicara
sebentar?" tegur kak Rio saat aku menunggui Alfin yang sedang latihan
basket.
"Iya kak, boleh banget"
"Kamu ingat kakak kan? Mm, maksud
kakak, hubungan kita?"
"Aku ingat kok kak, aku kan cuma
amnesia sesaat. Cuma karena shock, padahal aku berharap banget bisa lupain
hubungan kita"
"Kamu tulus dengan Alfin? Apa dia
cuma pelampiasan kamu?"
"qgdjcikexyrh, Alfin udah latihan
tuh, aku duluan yah kak!" cetusku lalu beranjak meninggalkan kak Rio yang
masih belum mendengar jawabanku yang jelas.
Aku terdiam cukup lama saat
rembulan menyapaku dengan tersenyum dibalik tirai kamarku yang besar. Semalaman
aku memikirkan tentang pertanyaan kak Rio sore itu, aku tak tau apa yang ada
dalam pikirannya sampai dia bertanya demikin. Apa kak Rio cemburu? Sebuah
pertanyaan yang sangat lucu menurutku.
Kujalani hubunganku dengan Alfin
dengan begitu baik, meskipun aku menjadi sedikit cemburu saat melihatnya dengan
wanita lain. Aku hanya ingin dia mengerti bahwa aku bersikap demikian, karena
aku pernah kecewa dan terluka, karena orang kusukai tertarik dengan wanita
selainku. Tapi, aku benar-benar tak bisa menyembunyikan perasaanku lagi pada
kak Rio, suatu hari aku mengajaknya ke kafe dan mengungkapkan semua isi hatiku,
tapi dia hanya meresponnya dengan tertawa dan menyuruhku untuk mulai kebal
dalam membiarkan panah qupid menembus benteng hatiku.
"Iriye, kamu gadis yang sangat
baik. Bagaimana mungkin kamu masih suka sama aku setelah apa yang aku lakukan
sama kamu!? Waktu kamu sekarat di rumah sakit, apa aku ada disana? Apa aku
pernah balas senyum kamu disekolah? Apa aku pernah peduli kalau kamu jatuh? Aku
ngk pernah ada, bahkan saat kita masih pacaran, ngk pernah sekalipun Iriye.
Kamu hanya sekedar bagian dari cinta monyetku yang akan menjadi masa lalu di
masa depanku. Ingat! " jelasnya dengan mengusap air mataku.
"Aku masih sangat polos dan labil
untuk mengerti kata-kata kakak, tapi sejauh yang kumengerti, kakak tak pernah
serius menyayangiku"
Hari itu adalah hari terakhir
aku bertemu dengan kak Rio sebelum dia lulus. Dan setelah kak Rio lulus,
semuanya berakhir, tak pernah ada yang tau tentang hubungan yang pernah
tercipta diantara kami. Perkataannya saat di kafe memang benar, pada akhirnya aku
hanyalah bagian dari masa lalunya yang hanya akan dia kenang dimasa depannya,
begitupun denganku yang menempatkannya di masa laluku. Dihari-hari berikutnya
tak ada lagi alasan untukku mengingatnya, menyapanya, atau sekedar melempar
senyum terhadapnya. Sedang Alfin, kami putus saat kelas tiga SMA, karena hal
itu juga dia keluar dari Pramuka, dan begitukah rasa itu?rasa ini? Semuanya?
Tak ada yang spesial setelahnya, sangat hambar.
By : Hasdiwanti Ha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar