Hitam Putih (Lima Sisi)
"Apa kelemahanmu?" tanya
seorang pria pada gadis yang bersandar dibahunya.
"Melihat orang lain
menderita" jawab gadis itu sambil tersenyum.
Mereka
kemudian beranjak dan berlalu di iringi dedaunan yang gugur satu demi satu
pertanda musim gugur akan segera berakhir. Musim gugur yang dihabiskan si gadis
dengan kekasihnya di Seoul membuatnya sedikit bernafas lebih bebas dari
sebelumnya, ada banyak beban yang memberatkan punggunya dalam beberapa tahun
terakhir. Ketakutan yang teramat sangat melemparkannya dalam jurang yang
teramat dalam dan membuatnya kehilangan gairah untuk hidup.
Iriyama Anna
Haliq, gadis yang memiliki hidup yang tidak sempurna dan sangat berbeda dari
orang lain, gadis itu bahkan sangat takut untuk sekedar menengok lukanya
sendiri. Penyakit mental yang di deritanya membuatnya takut untuk melangkah dan
melihat masa depan, gadis itu lebih banyak bergulat dengan masa lalunya.
Orang-orang mengenalnya sebagai Iriye yang baik, ramah, ceria, pandai bergaul,
dan memiliki hipnotis senyum yang akan membuat orang-orang selalu merindukan
kehadirannya.
Musim gugur
berakhir, dan itu artinya Iriye harus segera kembali ke Indonesia dan
meninggalkan kekasihnya yang berkuliah di Seoul. Gadis itu harus segera
menyelesaikan tahun terakhirnya di sekolah menengah atas meskipun dengan
penyakit yang terus mengganggu kesehariannya. Di Indonesia, gadis itu harus
kembali menjalani pengobatannya yang sudah memakan tahun, tak ada yang tau
kapan penyakitnya akan sembuh dan apa obat dari penyakitnya.
"Iriye, lo jahat banget sih
liburan di Seoul sendirian" tegur sahabatnya yang bernama Acha sambil mencubit
lengannya yang seperti pramugari.
"Kalo gue ngajak lo semua,
pasti liburan gue boring"
"Idih jahat amat lo.. Oh ya,
lusa kita latihan basket yah!" pinta sahabatnya, lalu berlalu sambil
menarik tangan Iriye dan tertawa kecil bersama sahabat mereka yang lain.
Saat jam
menunjukkan pukul 03.45 pagi, seorang gadis duduk mematung dibalik pintu
berlumur cat biru, gadis itu tertunduk dengan sebilah pisau berlumur darah
ditangan kirinya, sesaat wajahnya menjadi sangat pucat memandangi dirinya
dibalik cermin besar dan tinggi di depannya. Gadis itu kemudian terlelap dengan
sesal yang membuatnya berharap agar tak bangun lagi saat fajar merayu awan.
Gadis itu Iriye yang malang, gadis yang tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Semua orang memiliki banyak sisi dalam kehidupannya, sisi jahat, baik, buruk,
dll, dan jika orang normal bisa mengingat apa yang telah mereka lakukan baik
buruk maupun baik, berbeda dengan Iriye, gadis itu tak bisa mengingat semuanya.
Suara alarm
yang dipasang ibunya membangunkannya saat jarum pendek si benda bundar penunjuk
waktu ada di angka enam. Sebuah pesan masuk di telepon genggamnya membuatnya
ketakutan dan menangis sambil mengutuk dirinya. Pesan itu berisi tentang berita
kematian sahabatnya Acha yang meninggal bunuh diri di kamarnya sendiri. Dengan
cepat Iriye menuju rumah dokternya dan menangsi sejadi-jadinya dalam dekapan
dokternya. Dan tanpa memikirkan keadaannya sendiri, gadis itu meminta dokternya
untuk mengurungnya di rumah sakit jiwa.
"Kalau kamu di kurung dalam
rumah sakit, saya tidak tau apa yang akan terjadi. Dan itu akan sangat
membahayakan diri kamu sendiri"
"Lebih baik aku membahayakan
diriku sendiri daripada harus membahayakan orang-orang disekitarku"
"Lebih baik kamu bersikap
seolah kamu tidak tau apa-apa. Dan saya akan mencari tau mengapa sekarang dia
membunuh orang yang dekat dengan kamu, dan ingat hindari stres!"
Gadis itu
lalu menghadiri pemakaman sahabatnya dengan rasa bersalah yang teramat sangat,
dan saat kembali dari pemakaman, Iriye menjadi sangat ketakutan saat mentari
menenggelamkan dirinya, dia takut untuk memejamkan matanya. Tapi, bagaimanapun
juga dia hanyalah manusia biasa yang membutuhkan waktu untuk terlelap sesingkat
apa pun waktunya. Bahkan sampai dalam mimpinya, gadis itu terus mengingat
sahabatnya, dan andai sahabatnya tak meninggal, pastilah saat dia terbangun di
minggu pagi sahabatnya itu sudah menyapanya dan memaksanya untuk mandi dan
bersiap untuk latihan basket, dan hal itu selalu berulang selama belasan tahun
perkenalan mereka.
Saat
terbangun di minggu pagi, Iriye merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya,
matanya juga bengkak, tubuhnya lemas, dan banyak buku yang berserakan disekitar
tempat tidurnya. Ternyata gadis itu hanya tidur selama sejam, semalaman dia
menulis novel sebanyak 300 lembar. Iriye menghela nafas panjang sebelum
beranjak dari tempat tidurnya. Untuk mengambil sesendok bubur saja, terasa
sangat susah baginya.
"Lagi? Apa penulis amatir itu
tidak tidur semalaman?" tanya ayahnya sambil meminum segelas susu coklat
hangat.
"Iya pah, tapi papah tenang
aja, aku bisa ngatasin semuanya kok"
"Apa kamu akan tanggung jawab
kalau penulis itu menggunakan uang papah untuk mencetak novel lagi, hah? Dan
kapan mereka menghilang?"
"Aku akan tanggung jawab kok
pah.. Dan mereka akan menghilang kalau aku lenyap" jawabnya dengan sendu
lalu berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dan kedua saudara laki-lakinya.
Seminggu
setelahnya gadis itu kembali terduduk dengan sebilah pisau di tangan kirinya
yang penuh dengan darah, seragam sekolahnya juga berlumur darah segar. Iriye
tertunduk dibawah jembatan tempatnya pernah kecelakaan sekaligus tempat dimana
penyakitnya muncul dan mulai mengusik hidupnya. Gadis itu terus mengutuk
dirinya sendiri sambil mengiris lengannya dengan pisau lalu berjalan tanpa
menghiraukan orang-orang yang memandanginya di jalanan. Sesampainya di rumah,
gadis itu disambut dengan tamparan keras dipipi kirinya, orang tuanya pulang
lebih cepat dari tempat kerja mereka karena khawatir Iriye belum pulang sampai
pukul 9 malam.
Ayahnya
mengambil pisau di dapur dan mengiris lengannya seperti yang dilakukan Iriye,
beliau benar-benar sosok ayah yang sangat menyayangi anaknya dan tidak bisa
melihat anaknya menderita ataupun kesakitan. Sementara Iriye, dia hanya bisa
mengutuk dirinya dalam hati.
"Ya ampun Iriye, lo abis main
apaan sih? Kok tangan lu diperban?"
"Gue ketumpahan air panas
kemarin.. Btw lo liat Gio ngk?"
"Hmmmm.. Lo belom tau yah
kalau kemarin mantan tersayang lo itu.. me.. ninggal bunuh diri.. Dan.. pagi
ini dia dimakamin"
Seketika
raut wajah Iriye berubah, dan seharian penuh gadis itu tidak konsen belajar,
pikirannya melayang kemana-mana. Beberapa hari terakhir itu, penyakitnya
semakin sering kambuh. Dan hal itu benar-benar mengganggunya dan membuatnya tak
bisa berpikir jernih setiap kali ada yang mengajaknya untuk sekedar bertukar
pikiran ataupun mengajaknya untuk bercanda.
Disetiap
malamnya Iriye selalu takut untuk memejamkan matanya, dia bahkan selalu meminum
kopi agar tak terlelap. Namun, stres yang dideritanya membuatnya tak bisa berbuat
apa-apa, gadis itu bahkan tak kembali beberapa hari, dia menghabiskan waktunya
untuk menulis, bermain gitar, dan bermain boneka. Hal itu berlangsung selama
tiga hari, dan sehari terakhir dia hanya menulis dikamarnya dan tak pernah
keluar, bahkan sekedar untuk makan dan minum saja tidak.
Teman-temannya
yang datang untuk melihat kondisi Iriye tak diperbolehkan untuk melihatnya
secara langsung, dan hanya itu yang bisa dilakukan kedua orang tuanya yang
terus menyembunyikan penyakit mental Iriye. Orang tuanya sengaja menyembunyikan
tentang penyakitnya karena takut akan di usik media, terlebih lagi ayahnya
adalah seorang dokter yang terkenal dan ibunya seorang artis senior yang sangat
dihormati dibidangnya. Dan disamping semua itu, orang tua Iriye juga takut jika
anaknya akan dijauhi karena memiliki penyakit mental.
"Dokter, Iriye tidak kembali
selama tiga hari. Apa maksud dari semua ini?"
"dr. Haliq.. sejauh yang saya
tau. Itu adalah tanda bahwa kepribadian asli akan segera lenyap digantikan oleh
kepribadian yang lain. Dan dari yang saya lihat, sepertinya kepribadian
penulislah yang akan mengambil alih hidupnya, karena saat saya mewawancarai si
penulis amatir itu, dia memiliki ingatan Iriye saat kecelakaan"
"Apa ada cara untuk mengubah
semua kemungkinan itu?"
“Satu-satunya cara adalah Iriye
harus bisa menerima semua kepribadian itu, lebih tepatnya mengingat kembali
kecelakaan yang pernah dialaminya lalu membuangnya. Dan.. saya yakin anda tau
bahwa itu mustahil, tapi.. Iriye punya kemauan utuk sembuh dari penyakit DID”
Iriye
benar-benar memiliki kemauan besar untuk sembuh dari DID, tapi gadis itu
benar-benar sulit untuk menengok lukanya. Dan tantangan terbesarnya adalah,
untuk mendamaikan lima hati dalam dirinya, hati seorang pembunuh, hati seorang
penulis, hati seorang pemain gitar jalanan, dan hati seorang gadis kecil
pecinta boneka.
Hidup
memang peuh dengan hal yang terkadang tak bisa di kendalikan, dan itulah hidup
Iriye, yang penuh dengan hal yang tak bisa dikendalikannya. Terkadang dia
menyalahkan tuhan dan orang-orang disekitarnya, tapi lagi-lagi takdir
mengantarkan pesan untuknya bahwa jangan pernah menyalahkan rasa sakit pada
orang lain karena itu tak kan menghapus rasa sakitmu.
“Pernakah kau menghadapi sisi lain
dalam dirimu?” tanyanya pada cermin didepannya.
“Jika orang lain muncul dalam
diriku, maka kuberharap dia orang yang lebih baik dariku” jelasnya lalu
memejamkan matanya.
Suara
sirine ambulance menyapu jalan raya, seorang gadis dengan luka sayatan di
pergelangan kirinya tak sadarkan diri di dalamnya. Gadis itu Iriye, dia bunuh
diri, atau lebih tepatnya dia dibunuh oleh kepribadiannya yang lain. Dan, lima
kepribadian dalam satu tubuh, apa itu lima orang atau satu orang?
Akhirnya
semua kepribadian yang pernah dipertanyakan ibunya hilang juga, kepribadian
yang telah lama dikeluhkan ayahnya, kepribadian yang membunuh orang-orang yang
disayanginya, semuanya lenyap bersama tubuh Iriye. Gadis itu tak cukup kuat
untuk sekedar menengok lukanya atau sekedar melangkah ke masa depannya bahkan
setelah bergelut dengan rasa sakitnya yang bahkan berkali-kali lipat sakitnya
dari sayatan besar di kening atau dileher.
“Apa kau akan datang musim gugur
ini? Mengapa aku tak bisa menjadi alasan untukmu tetap hidup?” ucap seorang
pria sambil memandangi foto gadisnya.
“Kau pembohong Iriye, kau bilang
kelemahanmu adalah melihat orang lain menderita, tapi ternyata… kelemahanmu
adalah dirimu sendiri. Dan, sekarang kau membuatku menderita” lanjutnya lalu
berlalu sambil tersenyum pada seorang gadis yang ditunggunya di seberang jalan.